Gabut 26
Catatan Harian si Dina, Rabu 18 November 2020. Aku akan
menceritakan saat kemarin aku bermain volly. Jadi kemarin itu aku dan kawan
kawanku tidak main di lapangan yang biasanya, tapi kami main di lapangan yang
satunya, yang sebelumnya terendam banjir. Sebenarnya ini lapangan yang asli,
berhubung saat itu terjadi hujan deras disertai angin yang menerjang desaku
yang luas banget ini dan beberapa desa tetangga. Seperti yang pernah
kuceritakan di blogku saat aku berbincang dengan orang asing di warkop saat itu,
nah jalanan yang ambles itu kejadiannya juga bersamaan dengan terendam
banjirnya lapangan volly, karena hujan yang sama. Berhubung lapangan volly ini
merupakan bekas sawah yang di tanah dan pasir, jadi saat setelah banjir surut
kondisinya jadi kacau. Banyak sampah dan tunggak yang tersangkut disana. Apalagi
kubangan dengan bau comberan juga tersebar sepanjang lapangan semakin
memperparah kondisi lapangan yang tidak dapat digunakan. Sebagai remaja
produktif, tentu tidak bisa tinggal diam. Tidak ada lapangan bukan berearti
tidak bisa main volly. Akhirnya anak lelaki inisiatif membuat lapangan di depan
rumah salah seorang warga yang halamannya luas untuk di jadikan lapangan. Kami berenam
main volly meski tidak jago. Berkali kali servis yang kami lakulan membuat bola
masuk kubangan. Yang kami lakukan saat tahu bola memantul menuju kubangan,
hanya teriak heboh bermasud agar bolanya berhenti melaju, terlihat konyol dan
kami sampai ditertawakan warga yang menonton. Yang membuatku heran apa yang mereka
tonton? padahal kami hanya main lempar lempar bola saja. Itu saja banyak yang
tidak lancar dan kebanyakan bola memantul menjauh, dan waktu kami dihabiskan
hanya untuk mengambil bola bola saja. Dan ketika ketiga bola kami masuk
kubangan comberan, kami sudah malas mengambilnya dan meminjam bola lagi di
lapangan anak lelaki. Tangan serta baju sudah penuh lumpur saat kami mencoba
menangkap umpan bola yang kadang berakhir tidak tertangkap tangan tapi malah
kena badan. Sandalku saja sampai tertancap di lumpur saat mencoba mengambil
bola di kubangan. Pukul setengah enam akhirnya yang kita tunggu tunggu datang
juga, abang tukang pentol. Aku yang sengaja kalau volly tidak membawa uang
sudah pasti minta bayari om ku untuk beli pentol dan es. Momen makan pentol
bareng bareng ini merupakan penutupan dari kegiatan main volly ini. Selagi istirahat
dan makan pentol kami bercanda dan berghibah. Yang pali seru adalah saat kami
kompak ngomong “Siapa itu yang datang?, aku... tidak pernah melihatnya?”-salah
satu dialog di drama kolosal- saat ada orang lewat tanpa di komando. Terkadang saat
saat kumpul seperti ini kami merindukan momen ketika latihan drama kolosal
sampai tengah malam. Kadang suka heran sama orang orang yang tidak akrab dengan
tetangganya. Setelahnya aku pulang dan sudah ada Reppa di depan rumah, untung
aku sudah sholat jadi bisa main dulu. Setelah magrib aku kamarin ngapain ya? Entahlah
aku lupa. Kegiatanku saat malam sama saja seperti malam malam sebelumnya. Saat pagi
aku bangun seperti biasa, kemudian tidur lagi. Saat bangun aku bingung cari Hp,
rupanya ada di sampingku. Kata papaku Hp ku tidak di charger ya?, kupikir Hp ku ini sudah ku copot dari chargerannya saat tadi sholat subuh,
ternyata tidak ku charger beneran. Sambil menunggu Hp di charger aku main sama Reppa, saat Reppa mau main pasir, eh di kasih
sendok es milik warung depan. Pikirku, gk berkah ini Reppa mainnya. Tak lama
Reppa main, eh dia malah kelilipan gara gara sendok itu. Reppa yang kelilipan
pasir banyak tapi tidak nangis, eh aku yang panik karena dia tidak mau
dibersihkan matanya. Ku paksa dia nangis agar itu gumpalan pasir ikut keluar
bersama air mata, eh lenganku malah di gigit Reppa. Setelah itu aku ujian,
rebahan dan sorenya main bareng Amreta dan Reppa. Sudah cukup ya blog hari ini,
wassalam. Radioku rewel, aku jadi tidak konsentrasi menulis, jadi mau ku
perbaiki dulu.
Komentar
Posting Komentar