RENCANA JAHAT



            Heyyowww... Welcome back in my blog. Sobat gabut, hari ini saya berencana membuat orang menangis. Haduhh kok jahat, oh tentu saja karena ini penugasan. Hari-hari sebelumnya saya beserta kawan saya Arli sudah survei di berbagai warung. Kami cari warung yang sekiranya orang-orang disana bisa dibuat menangis. 


           Akhirnya target kami tertuju pada warung di area pabrik-pabrik. Yang saat itu dipikiran saya, mungkin bisa di buat nangis bapak-bapak sopir disana dengan membicarakan topik sensitif seperti perekonomian dan keluarga. Menjadi sopir kan mudah mudah, gajinya tidak seberapa namun resikonya besar, jauh dari keluarga pula. Sampai sana jengjingjeng sepi. Mungkin karena hari Jumat kali ya, jadi bapak-bapak sopir tersebut masih betah ngadem di masjid sesusah beribadah sholat Jumat.


           Berhubung saya sudah malas cari warung lain, jadi saya berencana membuat nangis si jaga warung saja. Yang saya tahu wilayah pabrik  yang menjadi lokasi warung merupakan tanah milik negara. Mungkin jika di singgung mengenai hal tersebut beliau bisa menangis, takut diusir atau lebih parah digusur satpol PP. 


        Saya sudah bersiap memancing keributan. Namun sepertinya Arli bisa membaca pikiran jahat saya. Saya katakan rencana saya pada dia. Tapi ditolak mentah-mentah. Kata Arli, yang jaga warung itu jahat, tidak bisa dibuat menangis. Lagi pula hidupnya Hedon dan judes. Uyyy mengerikan. Mending ganti warung.


         Sedikit ngebut ketika melewati kuburan yang jalannya menurun. Si Arli memang kalau nyetir ugal-ugalan. Eh iya, kenapa saya membawa serta Arli dalam misi ini? Karena dia julid, mulutnya bisa saya manfaatkan untuk mengompori orang yang saya buat menangis. Lagipula saya yang beban angkatan karena tidak bisa menyetir ini butuh sopir.


         Tidak jauh dari kuburan, ada warung rupanya. Saya datangi, mungkin rejeki saya membuat orang disana menangis. Warungnya kecil dan sedikit tertutup rerimbunan pohon disekitarnya. Lagipula bikin warung kok dekat kebon. Tapi ternyata sepi juga, yasudah saya buat nangis yang jaga saja. Lumayan sudah tua.


         Namanya Tonah, beliau memanggil dirinya Mbok. Membuka warung disana sedari awal menikah. Saya tidak tahu suaminya masih ada atau tidak. Bukannya mbok Tonah yang menangis malah saya yang ingin menangis. Karena mbok Tonah ngomongnya tidak jelas dan tuli. Mungkin ini penyebab warungnya sepi, karena pembeli tidak bisa melakukan interaksi yang baik dengan penjual. 


        Pelan-pelan saya cerna, samping warung ini adalah rumah anaknya mbok Tonah. Beliau tidak ingin menjadi beban bagi anaknya. Ya ampun, Anda kan sudah tua, sudah seharusnya dirawat anak-anak. Ketika ditanya mengenai kondisi warungnya yang sepi. Beliau berkaca-kaca, akhirnya menangis. Meskipun warung ini menyediakan Wi-Fi, tak urung tetap sepi. 


         Beliau juga tidak tahu mengapa warungnya sepi. Ini yang bisa saya tangkap (saya tidak paham bahasa Jawa alus). Padahal warungnya sejuk karena dekat kebon. Kadang beliau bingung untuk modal di esok hari. Kalau pagi terkadang orang pabrikan dan supir-supir suka ngopi dan sarapan gorengan disitu. Tapi ramainya hanya pagi. Anak muda juga tidak ada yang nongkrong sekalian Wi-Fi an disitu. Duh saya mau ikut nangis juga, maklum lagi sensitif. Gak tega saya, setelah bayar es dan jajan, saya dan Arli pulang.


           Diperjalanan pulang Arli mengingatkan saya akan satu hal. Tandon air di depan warung tadi pernah memakan korban. Saya ingat, dulu pernah ada yang jatuh menabrak tandon tersebut, korban terjatuh ke sungai di belakang tandon hingga meninggal. Memang area angker, lagipula siapa yang mau ngopi malam-malam dengan bonus penampakan. Saya harap mbok Tonah mau menutup warungnya dan bergantung pada anaknya saja.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gabut 68

Kucing dan Ikan Asin

Aku