Gabut 42
Catatan Harian si Dina, Jum’at 04 Desember 2020. Hari
ini aku bangun terlalu siang, untung saja aku tidak ada kelas. Suara bilal terdengar
saat aku bangun tidur. Coba aku tidak di bangunkan masku, pasti aku bablas
tidur sampai sore. Ini gara gara aku kemarin tidur pukul 02.30 WIB, setelah
main Ome tv bareng mbakku. Aku tidak terlalu suka sebenarnya main aplikasi ini.
Kalau ketemu cowok Indonesia sih rata rata asyik dan lumayan tambah kenalan. Lah
di Ome tv ini kebanyakan kalau bule yang main pasti pada engas. Takut aku kalau wajahku di jadiin bahan fantasi seksual,
ngeri. Kalau cowok Indonesia sih rata rata pada di warkop atau rumah teman begitu,
beda dengan bule yang di kamar kadang tidak pakai baju. Lebih hati hati sih
kalau mau main ini, bisa pembawa jodoh, bisa pula pembawa dosa. Aduh aku rindu
Reppa, cuman bisa lihat dia melalui foto dan vidio saja, kalau saat di Vidio Call aku suka masih tidur jadi tidak ke angkat. Jam tidur ku dan
Reppa kebalik. Karena hari ini kaku tidak ada kegiatan jadi tidak tahu apa yang
harus ku tulis. Tidak produktif sekali hari ini, sudah hujan, mati lampu, kamar
ku bocor pula. Tidak ada hiburan bocil karena mereka tidur siang, mas sepupu
juga pada tidak di rumah. Satunya ke kampus satunya main futsal. Gabut banget,
aku cuman bisa nguping rapat yang di adakan di langgar. Sepertinya organisasi/
yayasan yang di kelola keluargaku mengalami masalah. Ada seseorang yang
memfitnah keluargaku mengkorupsi uang untuk masyarakat tidak mampu yang sedang
di berdayakan keluargaku. Tidak paham aku sebenarnya, tapi ini menyangkut hukum
begitu. Jadinya tanteku dan keluarga yang lain sering bolak balik kartor
kepolisian untuk mengurusnya. Kami juga meminta bantuan hukum dari salah satu
dosen hukum UTM kenalan tanteku. Bukan dosen yang mengajar di kelasku sih, tapi
beliau mengajar di kelasnya kembaranku. DPR juga sempat ke rumah untuk memberi
dukungan semangat. Kami juga sudah punya pengacara langganan yang biasa
menganani keluargaku jika terkena masalah seperti ini. Bukan sekali dua kali
keluargaku di fitnah begini, jadi kami terkesan santai menanganinya, apalagi
kami tidak melakukan tidak kejahatan jadi kenapa harus takut. Semboyan keluargaku
itu “Tindakan baik akan selalu di cela dan banyak rintangannya, kalau tindakan
buruk pasti memiliki banyak pendukung”. Maklum, keluargaku ini aktif di budang
sosial. Tujuan utama yaitu mensejahterakan masyarakat tidak mampu, meski gaji
yang di terima sedikit, yang penting ikhlas dan bermanfaat bagi sesama. Aku dulu
pernah berpikir, kenapa keluargaku terlihat sejahtera dan dalam perekonomian
lebih unggul ketimbang tetanggaku yang pekerjaannya bergaji tinggi?. Kata mamaku
jawabanya cuman satu, ‘doa orang kecil’. Aku disuruh lebih memperhatikan apa
yang dilakukan mereka saat setelah menerima bantuan. Mereka cium tangan semua
anggota keluargaku, mereka doakan yang terbaik untuk keluargaku. Kadang sungkan
juga kalau tangan di cium orang lebih tua begitu, mangkannya aku suka diam di
kamar kalau sedang begitu. Nantinya kalau lulus kuliah aku kalau tidak dapat
kerja ikut organisasi ini saja. Beberapa hari yang lalu, dana dari pemerintah dapat
di cairkan. Beberapa dari warga penerima bantuan di saja ke ATM untuk mengambil
uang. Dari vidio yang di kirim tanteku di grub keluarga, aku melihat mereka
sepertinya tidak pernah tahu apa itu mesin penarik uang. Aku ituu ngakak
melihat mereka katrok begitu, tapi terharu juga, dari percakatan mereka seolah
kotak tersebut ajaib, dapat mengeluarkan uang. Apalagi mereka berebutan melihat
AC, karena baru kali ini tahu ada benda yang mengeluarkan dingin dingin. Tadi sore
pun saat di jemput buat rapat mengenai transparansi dana tersebut aku lihat
saat pulangnya ada beberapa yang bingung saat naik mobil. Melihat mereka aku
jadi semakin tertampar, kurang bersyukur apalagi aku ini. Hidup enak meski
tidak kaya, kasih sayang keluarga melimpah, serta keluarga yang berhati mulia. Bisa
bisanya aku masih ingkar saat Tuhan memberikan segalanya yang terbaik untukku.
Komentar
Posting Komentar