Gabut 45
Catatan Harian si Dina, Senin 07 Desember 2020. Hari
ini aku mendapat materi baru tentang Resensi dan Catatan Harian. Setelah menyimak
materi aku sadar kalau selama ini tulisanku masih jauh dari kata bagus dan
terkesan alay. Dan aku juga sadar kalau
aku ini kurang peka terhadap lingkungan, bisa di lihat di beberapa tulisan
blogku. Sering kali aku menulis hal hal tidak berguna serta tidak bermakna. Aku
kurang meresapi fenomena fenomena apa saja yang ada di sekitarku. Beberapa kali
mungkin aku memunculkan fenomena atau pembahasan yang perlu di ulas lebih
dalam. Tapi aku menghindari untuk memberi penjelasan atau pembahasan secara
mendalam, terkesan di skip. Kemudian membahas
hal tidak berguna lainnya. Tidak ada pelajaran hidup yang ku dapati saat
menulis catatan harian tersebut. Aku akan mencoba memperbaiki tulisanku agar
lebih rapi, bermakna dan terlihat profesional. Ada beberapa catatan harianku
malah mengandung dosa karena aku meng-ghibahi
tetangga. Malunya baru terasa sekarang, merasa tidak berguna apa yang sudah ku
tulis tidak ada manfaatnya. Takut tulisanku ada orang di luar SM yang
membacanya, aku kan malu meski masih proses belajar. Apakah blog ada fitur
privasi? Jika ada aku ingin mencobanya. Tadi sebelum adzan magrib, ada salah
satu tetanggaku yang meninggal dunia. Seorang kakek tua penggembala domba, yang
sudah mengalami sakit sakitan 2 bulan terakhir. Semenjak sakit, pekerjaan
menggembala domba di serahkan pada anak laki lakinya atau pada cucu laki
lakinya. Yang aku lihat selama ini hanya mereka berdualah yang senantiasa
menemani dan merawat si kakek penggembala. Kakek ini memiliki 2 cucu perempuan,
serta 3 cucu laki laki. 2 orang anak laki laki dan seorang menantu. Keluarga ini
terkenal kaya karena memiliki lumbung padi terbesar se-desa. Memiliki lebih
dari 30 ekor domba dan beberapa kambing. Namun tempramen beberapa anggota
keluarga ini buruk. Sering kali tetangga takut untuk meminta tolong atau
sekedar menyapa. Aku pun hanya akrab dengan cucu laki laki tertua saja, karena
dia sering ada di rumahku untuk nongkrong. Beberapa tetanggaku juga mengakui
bahwa cucu laki laki tertua ini yang kepribadiannya paling baik. Bukannya ingin
membicarakan keburukan keluarga orang yang sudah meninggal ya, tapi kejadian
tadi sungguh membuatku miris. Si kakek penggembala ini meninggal dalam kondisi
hanya di temani sang istri tanpa adanya anggota keluarga lain. Kesemuanya sedang
sibuk dengan urusan masing masing. Bahkan saat sudah meninggal pun tidak ada
yang menunggu sedangkan si anak pertama sedang mengabarkan pada saudara yang
lain. Menantunya bahkan masih kerja, meski tahu saat tadi pagi nafas di kakek
penggembala sudah berat dan tersenggal senggal. Padahal tempat kerjanya bukan
sebuah perusahaan yang butuh iziin surat resmi untuk tidak masuk. Hanya pekerja
borongan yang bahkan jam kerjanya tidak di batasi sehingga dapat pulang sesuka
hati saat sudah lelah, jam pulang maximal
saja tidak sampai ba’da ashar. Pikirku saat itu, tidakkah mereka ingin menemani
si kakek penggembala di sisa nafasnya?. Aku yakin beliau pasti ingin di do’akan
dan di bimbing agar meninggal dalam keadaan syahadat. Atau sekedar melihat anak
cucu berkumpul untuk terakhir kalinya. Mungkin beda lagi kalau ada pembagian
warisan. Mungkin semua keluarganya berkumpul. Astagfirulloh aku ini terlalu
suudzon, tapi yang kurasakan ini mungkin sama yang di rasakan tetanggaku yang
lain. Dari kejadian hari ini aku sadar bahwa banyak sekali anak yang
menelantarkan orang tuanya ketika sudah di usia senja. Tidakkah mereka
menggingat dahulu ketika kecil mereka di rawat dengan penuh kasih sayang? Orang
tua hanya berharap anak anaknya dapat memperlakukan seperti apa yang mereka
lakukan saat anaknya masih kecil dulu di usia tuanya. Cukup sekian terima
kasih, wassallam.
Komentar
Posting Komentar