Gabut 46

 

Catatan Harian si Dina, Selasa 08 Desember 2020. Hari ini aku ke Tuban, ke acara nikahan adek sepupuku yang namanya Fitri. Kami berangkat pukul 08.00 WIB dan sampai sana pukul 13.00 WIB, sepanjang jalan aku tertidur karena mabuk. Karena rumah Fitri terpencil jadi akses ke sana susah sekali, beberapa kali bus yang aku tumpangi menyerempet tembok pinggir jalan. Yang membuatku badmood adalah perkataan adekku yang bilang orang orang disitu primitif karena semua pada cengo melihat bus, katanya seperti tidak pernah melihat kendaraan saja, heh sok modern sekali dia. Padahal aku yakin orang orang melihat bus dengan tatapan seperti itu karena merasa aneh ada bus besar liwat jalan sempit. Sampai di tempat acara kami disambut dengan sangat baik. Beberapa kali aku melihat ada cowok seumuranku, manis dan terlihat pekerja keras, tapi sudah punya anak dan istri. Kontur tanah yang berkarang kapur dan tanahnya berwarna merah membuatku mengingat daerah Madura. Penyajian makan yang unik dengan menyajikan kuah dahulu di piring piring kemudian di beri teremos nasi agar mengambil nasi sendiri, serta para tamu undangan warga sekitar yang datang membawa ember yang di ikat dengan kain seperti mau nmelayat membuatku ingat di Tokaben, kebudayaannya sama. Sepertinya kebudayaan setiap daerah dataran tinggi seperti itu. Menikah muda, bekerja dengan mengolah hasil bumi, bowoh membawa beras, dan beberapa kebudayaan yang sama. Bahkan ada ibu ibu yang bertanya aku ini istrinya siapa. Saat di jawab belum menikah, aku mendapatkan tatapan aneh. Mungkin di daerah situ seumuranku sudah memiliki anak. Fitri saja setahun di bawahku, dan suaminya lebih muda lagi. Yang kata kembaranku warga sini primitif itu salah, malah lebih primitifan saudara saudaraku. Saat jalan jalan di sekitar rumah rumah tetangga Fitri, mereka mencabuti tanaman yang sekiranya di Mojokerto tidak ada, secara diam diam. Jadi siapa yang primitif?. Primitif tidak selalu tentang orang desa yang tidak tahu modernisasi, tapi primitif itu adalah orang orang tidak beratitude baik terhadap orang lainnya. Pulangnya kami mampir ke pantai Kelapa, dengan tiket masuk Rp. 10.000,- di tambah masker kami sudah bisa masuk. Tapi sayang pemandangannya tidak memikat sama sekali, pantainya di penuhi sampah rumah tangga. Bau menyengat juga membuat rasa tidak nyaman untuk berkeliling. Pulang dari pantai kami ke masjid Namira, lamongan untuk sholat magrib dan isya. Melihat orang orang di masjid tersebut membuat akhlakku insekyur. Kebanyakan dari mereka jamaah laki laki dengan celana di atas mata kaki dan jamaah perempuan bercadar. Yang bikin malu lagi saat sholat sunnah sebelum isya, semua berdiri melaksanakannya sedankan rombonganku cuman duduk diam. Aku sadar aura aura di masjid ini membuat orang selalu terlihat berakhlak. Nyaman sekali rasanya ketika masuk disana, karpetnya empuk dan sejuk. Sudah lama aku ingin tahu masjid ini karena sudah beberapa kali gebetanku pergi kesini. Dan aku tidak menyangka masjid ini semegah itu. Rasanya ingin menyebut kuasa Allah SWT saja melihatnya. Lingkungan membuat orang orang sekitarnya terkena dampaknya. Seperti masjid ini yang membuat orang di sekitarnya terlihat seperti orang baik baik. Aku heran kenapa hari ini aku belum dapat salam tempel dari calon bupati, padahal besok sudah pemilu. Biasanya aku tidak akan menyoblos orang yang sudah money politik seperti itu, karena kemungkinan korupsinya sangat besar. Uang nya kalau sudah ada di tanganku kan sudah hakku mau milih mereka atau tidak. Meski uang tersebut seperti perjanjian tidak terlihat untuk memilihnya. Mereka memberi aku haram, aku menerimanya juga haram. Jadi sekalian saja aku tidak menepati janji. Ini yang sebenarnya membuat negara ini semakin bobrok. Suara rakyat di beli, dan rakyat yang sedang krisis ekonomi dengan berat hari menjual suaranya. Sedangkan krisis ekonomi terjadi karena banyaknya uang rakyat yang di korupsi. Penyebab korupsi kebanyakan adalah untuk mengembalikan dana yang dulu digunakan untuk salam tempel saat kampanye. Hal ini akan terus secara berkesinambungan. Terus berada di perputaran pemerintahan yang sama sampai ada yang harus  memutuskannya. Dan itu kita sebagai generasi muda. Seperti kata pak dosen Ilmu Negara yang ku dengarkan saat di pantai tadi. 19 % generasi muda sudah tidak percaya pada pancasila karena pemerintahannya. Dan semakin tahun akan bertambah jumlahnya. Jadi, ayo bersama sama membangun negri yang di cintai semua rakyatnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESENSI BUKU JEJAK LANGKAH

RESENSI BUKU GADIS PANTAI

RESENSI BUKU ANIMAL FARM