Gabut 58
Catatan Harian si Dina. Minggu,10 Desember 2020. Dini
hari tadi aku menonton sebuah film drama Malaysia karena tidak bisa tidur. Aku menonton
film “Apabila Terbit Fajar” atas
rekomendasi kembaranku, katanya sih film ini mengandung bawang. Ternyata benar,
baru di awal saja aku sudah mewek. Film ini menceritakan tentang seorang
pelajar SMA yang diperkosa tetangganya sendiri sehingga hamil. Agar terhindar
dari kucilan tetangga, bayi tersebut diakui sebagai anak dari ibunya si cewek
ini. Istilahnya nenek jadi ibu, ibu jadi kakak. Tekanan batin yang dialami Fiza
-si korban pemerkosaan- datang dari kedua orang tuanya. Kekecewaan orang tua
Fiza membuatnya selalu merasa ada beban yang dipikulnya. Apalagi si ibu tidak
mau Fiza memberikan ASI kepada anaknya, karena ibunya slalu menekankan bahwa Fiza
ini kakaknya, bukan ibunya, tidak ada seorang kakak yang menyusui adiknya
sendiri. Orang tuanya juga sering berlaku kasar pada Fajar –anak Fiza- s4emakin
menguatkan rencana Fiza kabur dari rumah bersama anaknya tersebut. Melihat film
ini membuatku ingat pada salah satu tetanggaku. Bedanya cewek ini tidak
diperkosa, melainkan ya karena pergaulan. Ini yang jadi pembeda antara Fiza dan
tetanggaku ini dalam pola mengasuh anaknya. Tetanggaku ini dipanggil Mimi oleh
anaknya dan neneknya dipanggil Ibuk. Pola asuh yang dilakukan Mimi ini aku rasa
salah, karena anaknya –kita sebut saja SYR- lebih dekat dengan Ibuk ketimbang
Mimi. Sama seperti orangtua Fiza, SYR ini dimasukkan KK atas nama anak kandung
dari Ibuk. Jadi secara hukum Mimi ini kakaknya SYR. Kemarin saat akan
pengambilan rapot, SYR di biasakan memanggil Mimi dengan sebutan kakak. Mimi terlihat
biasa saja dipanggil begitu, tapi beberapa tetanggaku mengaku bersedih
mendengarnya. SYR kehilangan hak atas orangtua kandungnya. Dia dipaksa membenci
ayah kandungnya dan terkesan tidak diakui ibu kandungnya sendiri. Dalam pikiranku,
kalau Fiza saja bisa menyayangi anaknya sebesar itu meski hasil pemerkosaan,
kenapa Mimi tidak? Apalagi itu anak hasil sama sama senang. Kenapa saat jadi
manusia atas perbuatanmu itu tidak kamu pertanggung jawabkan di hadapan Tuhan. Anggaplah
kamu merawat anak tersebut atas tebusan dosamu. Bersyukur SYR ini tumbuh
menjadi anak yang cerdas. Apa yang dia alami atau dia ketahui selalu
diceritakannya pada orang sekelilingnya. Termasuk dia menceritakan tentang Mimi
yang tidak pernah sholat. Bukan terkesan menggurui, tapi tidak adakah rasa
ingin bertaubat?. Yang aku pikirkan masa depan SYR ini, bagaimana nanti dia
ketika menikah, bagaimana nanti dia saat sudah bisa memahami kenyataan yang
sebenarnya, apa yang dia pikirkan kepada orangtua kandungnya?. Aku pernah
membaca disebuah buku keislaman, bahwasanya anak perenmpuan yang terlahir dari
hubungan diluar pernikahan telah kehilangan hak atas ayah kandungnya. Saat menikah
nanti ayahnya tidak bisa menjadi wali nikah. Anak yang hadir di luar pernikahan
juga tidak mendapat hak waris dari ayah kandungnya, baik untuk anak perempuan
maupun laki laki. Meski secara negara anak kandung, tapi secara islam beda
lagi. Setahuku juga bahwa orang yang menikah saat hamil itu harus dibawah usia
kehamilan 5 bulan. Syaratnya harus menikah dengan ayah biologis dari bayi yang
dikandung. Serta saat usai melahirkan melakukan akad nikah lagi. Tapi yang aku
amati dari pasangan seperti itu disekitarku tidak ada yang menikah lagi saat
sudah melahirkan. Malah cenderung cerai saat anak diusia batita.buat orang
orang yang ingin melakukan dosa tersebut janganlah mikir enaknya saja, pikirkan
tuhanmu dan keberlangsungan keturunanmu kelak. Karena nasabnya ada padamu.
Komentar
Posting Komentar