Gabut 63

 

Catatan Harian si Dina. Jum’at 25 Desember 2020. Hari ini aku masih kepikiran tentang kejadian yang aku lihat kemarin. Aku tidak berniat sok tahu atau apa karena aku tidak begitu memahani apa yang sedang terjadi. Jadi kemarin saat di pernikahan tetanggaku itu  ada adegan yang cukup membuatku yang melihatnya miris ingin menangis. Pengantin wanita kan anak bungsu, memiliki kakak yang janda tapi sudah menikah lagi dan sekarang sudah dikaruniai anak perempuan berusia 4/5  bulanan. Nah yang baru aku ketahui ini, ternyata si kakak ini menikah dengan duda anak satu. Si kakak ini memiliki anak yang seumuran dengan anak tirinya, mungkin lebih tua sedikit. Dari pagi saat aku bantu bantu disana, si anak tiri ini selalu mengintili ayahnya, sedangkan ayahnya sibuk dengan adek dan kakak barunya. Sebut saja anak si duda itu A dan anak si janda itu B. Namanya juga ditempat asing, yang dia kenal hanya ayahnya saja, jadi dia sama ayahya terus. Yang aku amati, si B ini tidak suka dengan kehadiran si A. Saudara tiri-an sama anak seumuran dan segender itu susah. Ada saja pasti yang tidak disukai dan berujung persaingan untuk mendapatkan perhatian orang tua. Pada saat sesi foto bersama, keluarga mempelai wanita ini tidak memperbolehkan si A ikut foto. Sedangkan si A sendiri ingin selalu bersama ayahnya. Mungkin pemikiran keluarga ini ingin foto bersama anggota baru yaitu si duda itu beserta adek bayi. Tanpa adanya tambahan orang asing yang tidak ada hubungannya. Ya memang si A ini tidak ada hubungannya dengan keluarga ini, tapikan ada ayahnya yang masuk ke keluarga ini. Bahkan ibu tirinya pun terkesan acuh dan ikut menyuruh para terima tamu seperti aku dan teman teman untuk memeganginya agar tidak terus memberontak menggandoli ayahnya. Aku melihatnya saja pingin nangis, ngersulo. Kalau aku jadi si A juga pasti bakalan sakit hati, tidak dihargai, tidak dianggap dan tersingkirkan. Ayahnya saja menerima dan begitu perhatian dengan anak tirinya, kenapa si A ini tidak diperlakukan yang sama. Memang ini acara nya keluarga ini, dan mungkin saja kehadiran si A ini diraasa menggangu quality time keluarga. Aku tidak berniat suudzon atau menjelekkan. Aku cuman mikir, bagaimana kalau seandainya di keluarga si duda ini ada acara dan si B diajak juga kemudian mendapat perlakuan yang sama, apa tidak sakit hatinya. Meski akhirnya setelah beberapa kali jepretan si A ikut diajak foto bersama, tapi sudah terlihat raun enggan dan sakit hatinya. Si ayah saja terlihat ragu dan bimbang saat meninggalkan anaknya untuk foto bersama keluarga barunya. Disisi ini ada anak kandungnya yang sedang merasa sendiri ditempat asing, dan disisi lain ada keluarga barunya yang mengharapkannya. Aku ini baperan, mudah sedih apalagi untuk kejadian yang menguras emosi seperti itu. Sifat ini membuatku gampang dibodohi hanya dengan mengandalkan rasa iba. Aku juga gampang curigaan dan waspada terhadap orang asing. Sifatku ini membuat aku gampai sekali berfikiran negatif. Apalagi aku suk sekali melihat tingkah laku orang dan menganalisisnya. Sepertinya aku ini cocok masuk jurusan psikologi. Dulunya sih ingin masuk jurusan itu, tapi katanya tidak bisa karena aku soshum dan jurusan psikologi itu saintek. Jadi ya gini aku suka mengamai tingkah pola perilaku orang. Tapi untuk yang aku bahas tadi sih itu valid karena aku sudah tanya tanya orang sekitar dan melihat latar belakang keluarga itu. Meski terlihat tidak ada yang penting dari ceritaku itu tapi bagiku kejadian seperti itu dapat mengubah pandangan dan pola pokir si anak anak itu sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gabut 68

Kucing dan Ikan Asin

Aku