Gabut 86
Catatan Harian si Dina. Minggu, 17 Januari 2021. Masih
dengan kawasan Sungai Brantas. Beberapa tahun ini warga setempat membongkar
jembatan banbu yang menghubungkan dua desa yaitu Sugo dan Tambakrejo. Jembatan tersebut
sudah ada dari berpuluh puluh tahun yang lalu. Rawan banjir karena pondasinya
hanya bilah bilah bambu yang mungkin saja sudah rapuh dibawah air sana. Sehingga
demi keselamatan warga yang melintasinya dibongkarlah jembatan tersebut dan di
bangun lagi jembatan yang baru di lokasi berbeda.
Atas diskusi bersama berdirilah jembatan apung yang
bernama Jembatan Sutam. Sugo – Tambakrejo. Jembatan ini terbentuk dari
kayu dan bambu. Dengan bahan apung dari
drum drum besar agar dapat menampung beban di atasnya. Dengan bilah bilan kayu
yang satukan memanjang membentuk jalanan bolong bolong dan pagar pegangannya
dari bambu. Saat Anda melintasinya akan terasa bergoyang seiring pergerakan Anda.
Dan ini itu seru dan mengasyikkan sekali sekaligus menantang maut.
Jembatan yang membentang dari Dusun Sugo, Kecamatan
Ngoro, Mojokerjo, Sungai Brantas menuju Desa Tambakrejo, Krembung, Sidoarjo, ini
memiliki panjang 170 meter dengan lebar 2 meter. Tapi jangan salah, meski
sempit dan terkesan tidak kokoh tapi mobil dapsun bisa melintasinya. Kuat sekali
jembatan ini. Untuk lewat jalur ini, warga diharuskan membayar Rp. 2.000,- untuk
sekali melintas. Uang ini akan dipergunakan untuk kepentingan perawatan
jembatan.
Warga sekitar mengaku senang dengan adanya jembatan
penghubung ini. Mereka tidak harus berputar arah jauh untuk menyebrang. Dan mengabiskan
banyak waktunya. Akses untuk ke kabupaten sebrang juga lebih mudah. Yang biasanya
warga harus melewati Jembatan Tanjang terlebih dahulu agar bisa kesebrang
karena takut untuk melewati jembatan yang sebelumnya. Sekarang bisa menyebrang
dengan waktu singkat hanya dengan uang dua ribu rupiah.
Beberapa waktu lalu sebelum adanya pandemi covid 19,
jembatan ini viral di sosial media. Jembatan
yang terbuat dari kayu mahoni yang dibuat terapung dengan lampu lampu gantung
di sepanjang jalannya ini dianggap kaum Millenial sebagai spot foto yang estetik. Dengan pemandangan hijau
pepohonan dan air yang jernih terpantul sinar matahi menambah kesan tersendiri
bagi jembatan ini. Jika beruntung langit sedang cerah, akan terlihat
pemandangan Gunung Penanggungan.
Spot terbaik untuk berfoto adalah dengan background
Gunung Penanggungan. Difoto dari arah Desa Tembakrejo. Waktu terbaik adalah
saat sore hari dengan view senja yang memukau. Atau bisa saja saat fajar
timbul. Angel foto bisa diambil sedikit condong kesamping agar terlihat langit
merahnya. Banyak orang orang kota datang kesini hanya untuk berswafoto dijembatan ini. Tentu saja
mereka kesulitan mmencari lokasinya, karena jembatan ini letaknya tersembunyi
di kandang sapi. Akses masuk ke Desa Sugo saja sudah susah karena jalanan yang
sempit. Tidak bisa digunakan dua mobil yang berpapasan.
Dikarenakan pondasi jembatan yang tidak sekokoh
pondasi besi atau beton, jembatan ini hanya ada disaat musim kemarau saja. Jika
musim penghujan seperti ini akan digulung. Sehingga tidak ada akses warga lagi
untuk ke kabupaten seberang. Sempat beberapa kali saat ada hujan pertama dui
musim hujan, warga telat menggulungnya sehingga jembatan putus dan terseret
arus sungai. Sehingga saat musim kemarau datang jembatan ini dipassang kembali
dan di kuatkan ikatan dan pakuannya. Jembatan ini bukan milik pemerintah, tapi
merupakan milik pribadi. Dana pribadi dengan tambahan swadaya dari warga
lainnya demi terbangunnya jembatan yang bisa menghubungkan akses 2 kabupaten agar
nmemudahkan aktifitas warga.
Komentar
Posting Komentar