RESENSI BUKU 86
RESENSI BUKU ‘86’
Judul : 86
Penulis : Okky Madasari
Tahun Terbit : Maret, 2011
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Halaman : 256 Halaman
Gendre : Fiksi
Tentang penulis.
Okky Madasari merupakan novelis Indonesia dan
kandidat PhD di National University of Singapore. Okky lahir pada tanggal 30
Oktober 1984 di Magetan, Jawa Timur. Okky mulai tertarik pada dunia kepenulisan
sudah terlihat sejak masih SMP, kemudian saat SMA menjadi pimpinan majalah
sekolah. Okky berasal dari keluarga sederhana, ayahnya PNS dan ibunya seorang
ibu rumah tangga yang aktif mengikuti organisasi sosial di kampung. Okky merupakan
lulusan Universitas Gadjah Mada Departemen Hubungan Internasional dengan gelar
sarjana dalam Ilmu Politik. Pada tahun terakhir kuliah, Okky bekerja sebagai
jurnalis di perusahaan TV milik negara dan kemudian pindah ke Jakarta setelah
lulus pada tahun 2006. Di Jakarta Okky bekerja sebagai jurnalis juga, yang
sebagian besar liputannya ttentang korupsi dan Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK). Kemudian memutuskan menjadi novelis pada tahun 2010 dan menerbitkan karya
pertamanya berjudul Entrok. Novel Entrok itu sendiri terinspirasi dari
neneknya.
Entrok
menceritakan tentang kehidupan otoriter dan militerisme pada sistem pada masa
Orde Baru Indonesia. Kemudian terbit novel yang berjudul 86 pada tahun 2011 yang menceritakan tentang tentakel korupsi
didalam jiwa jiwa masyarakat. Pada tahun 2012 terbit novel berjudul Maryam yang menceritakan tentang
kehidupan sakte Islam minoritas terlarang di Indonesia. Kemudian terbit novel
dengan judul Pasung Jiwa pada tahun
2013 menceritakan tenyang Transgender di dalam masyarakat yang menuju Fundamental
isme. Pada tahun 2016 terbit buku berjudul Kerumunan
Terakhir yang menceritakan tentang pengaruh media sosial bagi remaja Indonesia.
Okky juga menerbitkan antologi cerpen pada tahun
2017 dengan judul Yang Bertahan dan
Binasa Perlahan. Pada tahun 2018, Okky mulai menulis buku bacaan untuk anak
anak. Buku pertamanya berjudul Mata
Tanah Melus, yang menceritakan tentang pertualangan Meta, anak berusia 12 tahun
tersebut bersama ibunya di masyarakat Melus, Nusa Tenggara Timur. Seri keduanya
berjudul Mata dan Rahasia Pulau Gapi,
menceritakan pertualangan Meta bersama teman temannya menyelamatkan warisan
besar pulau Ternate di Maluku Utara. Awal tahun 2019 terbit buku seri ketiganya
yang berjudul Mata dan Manusia Laut Mata
dan Manusia. Menceritakan pertualangan Mata ke Wakatobi di Sulawesi
Tenggara. Seri keempatnya berjudul Mata
di Dunia Purba masih dalam tahap kepenulisan. Saat ini Okky sedang
mengerjakan Tesisnya tentang sensor budaya. Okky menerima Beasiswa Riset NUS,
dan Dean’s Fellowship untuk program PhD pada tahun 2019 dari Jurusan Studi
Melayu universitas.
Tentang Novel.
Novel 86 ini menceritakan tentang kehidupan monoton Arimbi selama 4 tahun ini
bekerja di Kantor Pengadilan. Arimbi bekerja sebagai juru ketik yang gajinya sama
seperti PNS kebanyakan. Selama 4 tahun ini dia bekerja dengan lurus dan normal.
Dia tidak menyadari adanya transaksi 86 disekitarnya. Lama kelamaan Arimbi
mulai menyadari adanya ceperan yang berhasil di dapatkan teman teman
sekantornya. Arimbi mulai berani meminta jatah bagiannya. Ternyata transaksi 86
tersebut membuat Arimbi kecanduan. Dia mulai berani ambil bagian dalam sebuah
kasus. Kehidupannya menjadi lebih baik, orang tuanya di kampung bisa dia kirimi
uang lebih. Kemudian Arimbi bertemu dengan Ananta, lelaki yang bekerja sebagai
sales di sebuah perusahaan sepeda motor. Mereka mulai menjalin hubungan dan
memutuskan merencanakan sebuah pernikahan. Ananta yang ayahnya juga mengikuti
transaksi 86 pun mendukung sepenuh hati pekerjaan tambahan Arimbi tersebut. Saat
menikah pun masih ada transaksi 86. Padahal
Arimbi dan Ananta menikah di kampung halaman Arimbi.
Kehidupan pernikahan mereka awaknya baik baik saja,
kemudian apes bagi Arimbi. Dia dan bu Danti, atasannya tertangkap KPK. Karena tidak
punya uang, Arimbi terpaksa berasa dalam sel yang berbagi bersama 3 orang
lainnya. Sedangkan bu Danti bisa membeli sebuah sel yang berfasilitas lengkap
seperti hotel dan bisa membawa Handphone pula. Sedangkan Arimbi berada di sel
sempit tanpa fasilitas dan salah satu teman seruangannya mengidap lesbian. Dalam
penjara pula ada produksi dan distribusi sabu sabu. Arimbi terjerat di dalamnya
dengan Ananta sebagai kurir di luar penjara.
Dari cerita ini banyak yang bisa kita ambil
pembelajarannya. Pengadilan yang seharusnya menjadi tempat teradil bagi
masyarakat malah jadi Lumbung Korupsi terbesar. Korupsi, suap dan semacamnya
sudah menjadi rahasia umum disini. Hukum hanya berlaku bagi kalangan bawah. Dilihat
dari perilaku hakim serta jaksa yang bertugas sangat mencerminkan kebobrokan
hukum yang ada di Indonesia. Kasus kasus seperti ini sudah sangat banyak
terjadi di masa sekarang. Bagi kaum kalangan atas hukuman bagi mereka sudah
terpikirkan oleh hakim setelah transaksi 86. Arti 86 adalah, sama sama tahu,
sama sama untung, dan sama sama diam. Suap. Sebelum masuk penjara diceritakan kehidupan
pernikahan Arimbi dan Ananta yang serba sederhana. Arimbi yang membiayai semua
keperluan rumah tangga dan uang sewa kosan. Sedangkan gaji Ananta hanya cukup
untuk keperluan pribadinya saja. Tidak tahu ini namanya apa, tapi yang jadi
tulang punggung adalah pihak perempuan sedangkan lelakinya masih sehat
walafiat. Berat sebelah. Tapi demi cinta Arimbi rela melakukannya.
Di penjara Arimbi mendapat teman seruangan seorang
Lesbian. Lesbian tersebut menyukai Arimbi, mau tidak mau dan juga karena rasa
rindunya terhadap percintaan dengan Ananta, Arimbi akhirnya melakukan hubungan
terlarang. Lama kelamaan Arimbi menjadi Bisexual.
LGBT dapat menularkan pada targetnya. Arimbi jadi tidak bisa mengontrol
nafsunya sendiri terhadap pasangan Lesbiannya dan Ananta sebagai suaminya. Di dalam
penjara juga Arimbi melakukan pekerjaan sebagai kurir sabu sabu milik Cik Aling
atas ajakan dari Tutik. Cik Aling merupakan pengedar yang tertangkap tapi malah
menjadi produsen didalam sel penjara. Sipir juga melakukan transaksi 86
rupanya. Ananta sebagai kurir di luar penjara. Kehidupan mereka semua membaik
setelah masuk penjara. Perekonomian naik dengan bisnis haram.
Disini juga di ceritakan Ananta yang susah berhenti
dari pekerjaanya sebagai pengedar. Ia mulai nyaman dan menikmati pekerjaanya
tersebut. Meski Arimbi sudah bertobat. Bukan hanya konsumennya yang kecanduan
barang haram tersebut saja. Tapi kurirnya juga meski tidak mengkonsumsinya. Novel
ini sangat bagus dibaca karena menceritakan masalah masalah yang ada disekitar
kita. Yang sampai saat ini belum menemukan solusinya.
Komentar
Posting Komentar