HUJAN MASIH AIR

 

 

HUJAN KAN RAHMAT, KATA OPAH

 

Catatan Harian Si Dina. Hmm mau bahas apa ya aku?. Tidak punya outlet, jadi bingung mau bahas apa. Outlet?, kok rasanya mengganjal ya tulisan ini. Itu loh yang garis besar tiap paragraf, inti-inti dari apa yang mau kamu tulis. Ya sudah kita cerita-cerita saja ya.  Saat ini sedang hujan, hawanya dingin sekali. Jadi mengantuk aku, padahal sore loh. Wajarnya itu orang mengantuk saat siang hari, beda lagi dengan aku yang lebih gampang mengantuk saat pukul 4 sore keatas. Serius aku gampang tidur kalau sore. Saat diklat kemarin saja aku lebih milih mandi sore daripada mandi saat subuh. Itu karena agar aku lebih segar saat sore hari dan tidak mengantuk.

Haahhh, hujan membuat kamarku bocor. Air hujan terus menetes dari genteng. Eitsss bukan karena gentengnya bolong atau pecah ya, tapi karena ada satu gentengku terbuat dari kaca. Jika hujan begini akan menguap dan air uapannya akan menetes jadi air bocor. Jangan harap genteng kacaku ini bisa untuk melihat langit, apalagi melihat bintang dimalam hari. Genteng kacanya buram, tertutup rimbunan daun rambutan disamping rumah. Palingan keunggulannya hanya pada siang hari, cahaya masuk membentuk bias yang membuat kamarku terang dan terlihat lapang.

Selain kamar bocor, ruang tamu juga bocor. Dan kebocoran tersebut tidak bisa diperbaiki, lho kok bisa? Ya karena bocor itu karena adanya perpotongan pada satu lapisan genteng ke lapisan lainnya. Jadi gentengku itu modelnya dua lapis gitu. Nah di puncak gentengnya itu model radak zig-zag, jajar genjang mengererucut  gitu. Bingung aku jelasinnya, tapi ya  begitu deh kira. Selain aku sukah untuk melihat genteng rumah sendiri dari luar karena banyak pepohonan disamping tumah, model gentengku ini tidak dimiliki oleh tetanggaku yang lain. Moyangku dulu dapet ide darimana sih genteng seperti itu. Jadi bocor menahun kan.

Untung saja hanya bocor kan ya, bisa diatasi lah kalau seperti itu. Tidak terbayang kalau malah banjir. Meski rumahku dekat sungai tapi lingkungan rumahku hanya banjir sebentar, hanya saat terjadi hujan deras itu saja. Selang 2 jam dari hujan terang pasti sudah surut. Karena daerah rumahku masih tergolong lingkungan belum terjamah polusi. Itu terbukti dari lumut yang menempel dipepohonan lingkunganku. Aku pernah baca entah dimana gitu aku lupa, bahwa lumut yang menempel pada pohon hanya hidup di lingkungan yang bersih dari polusi udara, tanah maupun air. Lupa aku lumut jenis apa, tapi saat itu aku sudah memastikan lumut tersebut ada pada pepohonan sekitarku. Padahal rumahku termasuk dekat kawasan industri. Mungkin dekat bukit itu juga mempengaruhi?. Padahal bukit itu juga sudah disulap menjadi kawasan industri.

Yang paling asyik sih kalau habis hujan itu main banjir, seperti yang aku bilang tadi. Banjir di lingkunganku itu hadir setiap gabis hujan, tapi hanya berlangsung jam-jaman. Arusnya lumayan deras, apalagi di perempatan yang menurun. Arusnya deras sekali, tapi tempat ini biasa dipakai bocil-bocil bermain prosotan, bercampur sampah-sampah yang dibawa arus sungai dari desa lain. Serius seasik itu walau aku hanya menonton dari kejauhan sambil jongkok di atas pagar beton. Tentu saja beda dengan banjir diperkotaan besar. Banjirnya membawa musibah dan berlarut-larut sampai berhari-hari. Terkadang aku juga heran ketika diberita maupun di sosial media banyak yang rumahnya terendam banjir, padahal sesama pedesaan. Kalau di perhatikan intensitas hujannya lebih deras didaerah rumahku. Kalimat diatas adalah contoh perkataan orang sombong yang rumahnya tidak pernah terendam banjir, dan itu aku. Terakhir banjir saat aku umur 3 tahun, sampai membuat aku trauma karena arusnya menyeret sandalku. Padahal banjirnya tidak menyentuh teras rumah. Semoga saja sampai seterusnya tidak terendam banjir.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gabut 68

Kucing dan Ikan Asin

Aku