KEBAL KADALUARSA
GAK TAHU DEH PUSING
Catatan
Harian Si Dina. Halo selamat pagi, siang, malam untuk semuanya. Males ah, hari
ini aku badmood sekali. Tapi tenang, aku bukan mau cerita penyebab aku badmood
kok. Tidak penting dan kalian akan bosan pastinya. Jadi hari ini aku tidak tahu
mau membahas apa. Sebenernya aku ingin sekali membahas ekstrak bawang merah
untuk pertumbuhan tanaman, tapi tidak tahu hasil tanamannya. Tugas menumpuk,
tidak kira-kira memang dosen itu ketika memberi tugas. Minggu kemarin resume
dua pertemuan dengan setiap resume 1500
kata. Minggu ini makin parah, satu resume 2000 kata untuk satu pertemuan,
sedangkan yang ditugaskan dua pertemuan. Mantap banget ini. Tuh kan jadi
berkeluh kesah, ayo semangat, jangan nyerah terus minta nyerah.
Rencananya
aku mau mencoba mengetik pakai voice
biar enak saat ngetik ini. Eh perangkat tidak mendukung katanya. Padahal mau
aku coba untuk besok mengerjakan resume.
Ada yang tahu nambahin bahasa Indonesia ke perangkat?. Terlalu lama menunduk
membuat ingusku keluar. Biasa saat udara malam begini suka flu dadakan. Untung
maskerku tidak ikut pecah. Aku pakai masker daun Sirih Cina loh. Seriusan
selama rutin pakai masker ini, jerawat jadi enakan. Bakal jerawat yang gatel
itu jadi kempes, bekas jerawat ilangan, apalagi jerawat-jerawat yang matang
maupun sudah pecah sembuh. Mantap banget, memang sih awalnya itu saat masker
ditempelkan ke muka yang jerawatan akan terasa perih, panas dan gatal, tapi
setelah didiamkan 5 menit baru terasa sejuknya. Seperti yan pernah aku bahas di
blog sebelumnya tentang Sirih Cina, tanaman ini memiliki sifat panas dan
dingin. Nah panasnya ini membuat jerawat kering, sedangkan dinginnya membuat
kulit jadi kenyal-kenyal bernutrisi. Seriusan aku manfaatnya bagus banget, gak
mungkin bohong aku. Aku tahu sendiri.
Eitsss
tapi jangan asal ambil tanaman Sirih Cina untuk masker rutin begitu ya. Kamu
harus memotong batangnya saja, agar akarnya bisa tumbuh lagi. Jangan
mentang-mentang ada banyak jadi kamu jebolin semua. Nanti tidak tumbuh lagi
kalau dijeboli. Nah kan daunnya dipakai masker, terus batangnya nganggur?. Bisa
kamu masak itu buat lalapan, oseng-oseng atau campuran sayur pecel. Enak loh
rasanya, seperti rumput laut di es Dimdim tapi ini lebih lembek sedikit. Kryiuk kryiuk begitu. Dibikin campuran
kue enak tidak ya? Jadi pingin coba. Atau dibuat campuran es manado? Es Dimdim?
Atau es campur?. Akan aku ceritakan jika eksperimenku
ini berhasil. Keracunan? Tentu saja tidak, karena aku kebal racun makan seperti
itu.
Ngomongin
keracunan, aku jadi ingat alasan aku kebal racun makanan. Dulu danget saat aku
kelas 7 SMP kalau tidak salah. Salah satu saudaraku yang ada di Tokaben
menikah. Mereka kakak beradik yang menikah dihari yang sama. Adiknya perempuan
lupa aku umurnya berapa, usia-usia bocah baru lulus SD lah. Kakaknya dua tahun
diatasnya, laki-laki. Sang adik menikah duluan dengan segala ritualnya. Kamu
bisa cari di Tiktok konten ‘Labbaik labbaik’ biasanya pengantin
menunggangi kuda dan mendapat saweran hingga belasan juga. Ya itu ritualnya.
Sedangkan kakaknya pada siang hari berangkat ke rumah mempelai wanita dengan
menunggangi kuda. Jalanan di Tokaben ini tidak bisa dilalui kendaraan
tranportasi. Padahal keluargaku sudah pakai mobil Pick-Up anti goyang-goyang saja tetap tidak bisa masuk, jadi kami
jalan kaki deh kesananya.
Nah
ketika rombongan mempelelai pria itu berangkat, aku beserta sepupuku yang lain
jalan-jalan disekitar situ. Kemudian kami diajak kerumah salah satu kerabat
juga, pemilik pondok pesantren katanya. Ya aku kira rumahnya masih diarea
pondok, jadi aku sekalian bisa caper ke mas-mas sholeh yang ada disana. Deng
dong... ternyata rumahnya jauh dari pondok pesantrennya. Katanya “semmak” tapi jauh lagii. Aku sampai
trauma dengan kata itu. Karena capek, kami minta makan ketika sudah sampai
rumah kerabatku itu. Diberikanlah kami mie instan satu-satu, tapi harus buat
sendiri. Aku ingat saat itu mienya kadaluarsa, banyak semutnya dan bumbunya
sudah keras. Tapi karena lapar, kamu makan ajalah itu. Agar semutnya tidak ikut
termakan, aku rebus airnya sampai penuh agar semutnya mengambang dipermukaan.
Malamnya
ketika kami sudah ada dirumah, mas sepupuku mulai muntah-muntah kemudian
disusul aku, kembaranku dan mas sepupuku yang satunya. Kami berempat sampai
harus diinfus bebarengan berjejer seperti pindang. Kemudian keluargaku dapat
kabar dari saudaraku yang ada di Banjar bahwa mbak sepupuku muntah-muntah, dan
sedang dalam perjalanan ke rumah ini. Minta disiapin infus,fiks ini mah kita keracunan mie instan kadaluarsa tadi. Sampai
beberapa minggu kami seperti phobia mie instan, setiap melihat kemasannya akan
terkejut dan langsung mulas. Eh semakin dewasa mie instan sudah jadi teman tiap
hari.
Nah
semenjak itu aku jadi jarang atau bahkan tidak pernah keracunan. Tapi bukan
berarti aku berharap keracunan ya, aku pernah kok keracunan umbi gadung karena
aku makannya saat masih mentah. Sampai sekarang aku makan jamur limbah, ulet
daun, jangkrik, kelelawar sampai makanan kadaluarsa saja aku masih masi tahan.
Apalagi cuman tanaman herbal seperti Sitrih Cina, makin strong nanti aku.
Komentar
Posting Komentar