Produktif 7. 8 GEMBEL MAU JADI WALI?

 

PERJALANAN 8 GEMBEL MENCARI SYAFAAT 2

Catatan Harian Si Dina. Perjalanan masih berlanjut, kami semakin sering berhenti untuk beristirahat. Entah itu karena aku tidak kuat berjalan, atau Anggi yang terlalu mengantuk. Kemudian kami berhenti disebuah mushollah dekat kantor polisi. Rencananya kami istirahat 15 menit saja. Ternyata kami ketiduran hampir 45 menit. Kami terbangunkan oleh deru bising motor jamet yang memekakkan telinga. Tapi beruntung ada sepeda si jamet, sehingga kami tidak ketiduran terlalu lama.

 

Perjalanan kemudian kami lanjutkan. Aku ingat ketika kami berhenti di depan sebuah Indomaret yang sudah tutup, ada sebuah meja didepannya. Diatas meja tersebut ada beberapa roti dan sosis beku. Teman-teman usil ingin mengambil roti tersebut. Lumayan katanya. Sepertinya itu roti memang didonasikan untuk musafir seperti kami. Tapi ketika Wei melihat lebih jelas kondisi roti tersebut, ternyata sudah berjamur. Wah pantesan ditaruh diluar. Rupanya begitu. Tapi semisal kalau sudah berjamur begitu kemudian dimakan orang gila yang sedang lewat bagaimana?. Kan kasihan.

 

Memasuki Bangkalan Kota kami sudah mulai lemas dan tidak bertenaga. Setiap setengah jam sekali kami pasti berhenti untuk sekedar duduk saja. Warung-warung kopi masih saja buka meski sudah tengah malam. Yang mebuat aku terharu adalah ketika Wei meminjamkan sandalnya padaku, kemudian dia sendiri tidak memakai sandal. Dalam kondisi tanpa alas kaki, dia tetap semangat untuk memimpin rombongan.

 

Kami sepakat untuk melewati jalan tikus. Lewat rumah rumah warga yang pada saat itu sepi sekali. Baru memasuki sebuah gang, kami dikejutkan dengan segerombolan pemuda yang menggoda kami. Aku khawatir mereka sedang mabuk, takut diperkosa. Jadinya kami keluar dari gang itu cepat-cepat dan hampir berlari. Setelah menunggu para pemuda itu lewat, kami masuk lagi ke gang tersebut.

 

Jalanan sepi sekali, lebih horor dari jalan besar yang tadi kami lalui. Seringkali kami menemui sebuah kuburan disamping jalan yang kami lalui. Hanya ada 2 sampai 5 buah saja kuburannya. Tapi sudah cukup membuat bulu kuduk berdiri. Tidak lupa kami senantiasa membaca ayat Qur’at agar terlindungi dari segala gangguan.

 

Wei terus menggandeng tanganku, kami saling menguatkan satu sama lain. Takut jika salah satu dari kami salah memilih jalan. Jalan menuju alam lain. Astagfiruloh menakutkan. Tapi tidak bisa dipungkiri bahwa bisa saja ada mahkluk halus yang usil atau gabut membuat kita berpencar di alam lain.

 

Rasanya aku ingin menangis setelah melihat menara masjid Syeikh Khona Kholil dari balik rumah-rumah warga. Sedari tadi kami sudah lemas dan ingin segera duduk. Tapi tidak bisa kami lakukan ketika berada di tempat asing seperti ini. Terlalu seram dan tidak ada tempat yang bisa diduduki. Memasuki kawasan perumahan warga yang padat, kami berhenti untuk terakhir kalinya di sebuah pos. Kami sedikit bercanda gurau untuk mengurai ketegangan yang tadi sempat terjadi.

 

Kami kemudian lanjut berjalan lagi, ayo semangat sebentar lagi bisa duduk dengan tenang dan tidur, doktrinku dalam hati. Keluar dari gang tersebut, kami disambut ramai orang disekitar masjid. Ternyata meski dini hari masih banyak peziarah yang hadir. Bahkan ada yang tertidur di teras masjid. Tidak tahu mereka ini musafir atau peziarah yang datang dari jauh untuk berdoa dan meminta izin ke leluhur.

 

Setelahnya kami sholat isya dan pergi menemui mas mbaknya. Diskusi sebentar kemudian kami disuruh untuk tidur. Tidur saja aku tidak tenang, bibirku digigit semut. Dan aku mendekap erat keresek bersisi sepatu milikku. Aku takut di curi orang ketika aku tidur lelap.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESENSI BUKU JEJAK LANGKAH

RESENSI BUKU GADIS PANTAI

RESENSI BUKU ANIMAL FARM