Produktif 8. 8 GEMBEL MAU JADI WALI?

 

PERJALANAN 8 GEMBEL MENCARI SYAFAAT 3

Terlalu lelah, tapi dalam hati aku bersyukur. Semoga perjalanan ini menjadi berkah bagi jalan kami kedepannya. Setiap langkah kami kemasjid tersebut akan di hitung menjadi pahala. Itu niatku awalnya, aku mengharapkan sebuah timbal balik dari apa yang sudah aku lakukan. Niatku dari awal sudah salah. Mungkin itu yang membuatku tidak diberi kekuatan lebih selama perjalanan.

 

Setelah sholat shubuh dan tahlilan sebentar, kami jalan lagi untuk pulang. Sebelumnya kami harus belanja dan sarapan di pasar Socah terlebih dahulu. Sayang sekali kakiku sudah tidak kuat. Sehingga aku minta jemput. Teman temanku setia menunggu jemputanku. Meski tahu bahwa mereka akan kehilangan kesempatan untuk ke pasar Socah karena terlalu siang.

 

Aku kembali sendiri lebih awal setelah jemputanku datang. Berat rasanya meninggalkan teman-temanku ini. Pingin nangis rasanya. Bahkan aku hampir tertidur disepeda. Tidak tahu ini ada hubungannya dengan menangis atau tidak.

 

Mas Cimeng, jemputanku memberi tahu letak pasar Socah. Ternyata masih jauh, dan bisa aku pastikan teman-teman tidak mendapatkan waktu terbaik untuk ke pasar, yaitu pukul 7 pagi. Kemungkinan mereka sampai pasar pukul 9.

 

Berdasarkan cerita dari teman-teman. Mereka memang tidak kebagian waktu ekslusif, tapi mereka masih bisa menikmati waktu di pasar tersebut. Mereka belanja untuk makan siang hari ini. Kemudian beli sarapan berupa gorengan, bukan bubur seperti dalam bayangan kami.

 

Kemudian aku tahu ada cerita lucu yang terjadi selama perjalanan pulang tadi yang tidak aku ketahui. Teman-temanku diberi roti dan minuman oleh seorang pengendara. Dikira mereka segerombolan musafir mungkin. Atau bisa jadi seperti kata Adit, mereka kasihan ke Wei karena dia jalannya paling belakang dan membawa tongkat. Persis orang musafir  di gurun sih.

 

Pagi itu aku sempat ingat, jalanan begitu ramai. Banyak pesepeda yang lalu lalang untuk sekedar berolahraga atau sekedar untuk mengisi Instastory. Mereka hanya melihat dan kemudian berlalu. Bukan bermaksud meminta belas kasihan, tapi lagaknya sombong sekali. Apalagi ibu-ibu yang mengayuh sepeda dengan Handphone di tangan kiri, sedang mengabadikan momen, atau sedang ngevlog.

 

Ketika sampai kontrakan pukul 11 siang. Masih sempat mereka bawakan aku roti yang diberi orang saat di jalan tadi. Padahal lapar mereka lebih dari lapar yang aku alami. Merka tidak langsung beristirahat seperti aku yang langsung tidur. Masih sempatnya mereka mengurusi balanjaan yang tadi dibeli untuk makan siang.

 

Pulang dari makan Syeikh Khona Kholil, teman-temanku banyak yang berubah pendiam. Apalagi Anggi, dia menjadi sering menyendiri di pojokan. Aku takut dia kena tempelan mahkluk halus atau mendapat syafaat dari perjalanan kemarin. Sehingga tidak mau dekat-dekat dengan kami yang masih melenceng dari jalan Tuhan.

 

Kemarin baru aku tahu bahwa kami diperintahkan untuk ke pasar Socah itu karena untuk melihat kerja keras wanita Madura. Karena sebagian besar atau semua pedagang di pasar Socah itu perempuan. Betapa tangguhnya perempuan-perempuan ini.

 

Aku juga baru tahu alasan kenapa Anggi menyendiri. Bukan karena ketempelan atau mendapat syafaat. Tapi karena dia curi-curi waktu untuk tidur. Maka dari itu dia menyendiri agar tidak ketahuan. Impressiv. Ide yang cemerlang. Pantas saja dia selalu berada di pojokan  tetangga kosan. Angin disitu memang cocok untuk tertidur. Apalagi posisi yang tetutup jemuran. Memudahkan diri

 untuk terlelap dan jauh dari kebisingan. Suatu saat aku coba cara yang seperti itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESENSI BUKU JEJAK LANGKAH

RESENSI BUKU GADIS PANTAI

RESENSI BUKU ANIMAL FARM