TIDACK PENTING
SYEPERTI ITUH
Catatan
Harian Si Dina. Seperti biasa, blogku hanya berisi curcol dan sedikit berghibah. Kali ini aku akan bercurhat ria saja,
aku sedang tidak punya bahan ghibah. Ini hanya cerita-ceritaku selama beberapa
hari ini. Random dan sedikit tidak penting. Tahu tidak sekarang hari apa? Rabu?
Yap betul sekali, tanggal 3 Maret 2021. Hari pengambilan almamater untuk
jurusan Ilmu Hukum. Teman sekelasku yang bertempat tinggal di daerah Madura
tentu saja bisa mengambilnya langsung. Bahkan yang tempat tinggalnya paling jauh
saja berusaha hadir. Jadi semacam meet teman sekelas begitu. Aku yang rumahnya
tengah-tengah tidak bisa hadir. Bukan tidak bisa sih, tapi minggu ini bukan
jadwalku ke Madura.
Mengenai
jadwalku ke Madura, dulunya aku kesana itu sebulan sekali. Tapi karena sekarang
ini keluargaku banyak yang nyerang, jadi mama melarangku terlalu sering ke
rumah Madura, jadinya 2 bulan sekali deh. Itupun harus ada acara kampus baru
diizinkan. Minggu kemarin kembaranku sudah mengambil kesempatan tersebut karena
ada acara kumpul dengan teman sekelasnya. Aku kan juga pingin ikut
kumpul-kumpul acara kelas begitu. Lama sekali sekolah online ini. Semuanya gara-gara Corona.
Ngomongin
soal Corona, aku jadi ingan beberapa hari lalu papaku pernah mengeluh. Melihat
aku yang sering ketiduran ketika kelas online
sampai Gmeetnya keluar sendiri
membuat papaku kesal. Tahu siapa yang membuat papaku kesal? Jelas si Coronce ini. Gara-gara Corona semua
aktivitas harus dibatasi, menuntut ilmu saja dengan online yang tidak terjamin penyerapan materinya tepat sasaran.
Pasti kebanyakan seperti aku, sekolah online
sampai mata panas dan ketiduran. Tahu tidak bagaimana keluhan papaku? Beliau
bilang gini “Gara-gara Corona, anakku
sekolah daring sedino bleng ndelok laptop sampek keturon, mentolo tak foto moro
tak kirimno nang Tuhan ae!!” hah?
Ngirim foto ke Tuhan? Ngadi-ngadi poll
papaku iki, emang Tuhan duwe WhatsApp ta?. Kan pole keterusan Jowone.
Papaku
memang seabsurd itu. Tadi saja ketika aku dan papa mau keluar beli-beli, beliau ribet dengan maskernya.
Tahu masker Covid? Itu loh masker medis kain yang tebel banget dan engap poll. Mana kolorannya kayak masker hijab lagi. Jadi mamaku
inisiatif untuk membongkar kolorannya
agar bisa dicentelin ke kuping. Semua masker medis kain dirumah di benahi kolorannya sama mama, tapi mama tidak
memperhitungkan fungsi koloran
tersebut. Ketika papaku pakai tadi, kolorannya
panjang ketika dicantolin ke kuping. Jadinya maskerin leher, tahu kan kalau
masker hijab itu kolorannya lebih
panjang dari masker biasa. Dengan manja dan kerewelannya, papa ngerengek ke
mama karena maskernya susah dipakai. Padahal tinggal di ikat kolorannya sedikit sudah beres.
Sepertinya
dicerita selanjutnya ini papaku muncul lagi sebagai peran utama. Jadi kemarin
itu aku iseng-iseng membuat ekstrak bawang merah untuk tumbuhan. Masih uji coba
ke Aglonema punya mamaku. Tahu tidak aku pakai botol apa? Botol isi air untuk
mandinya burung dan botol spray isi
air untuk potong rambut punya anak tongkrongan. Gak papalah nanti aku cuci.
Karena merasa bersalah, aku berniat mencuci botol tersebut hari itu juga, jadi
untuk menghabiskan air uji cobaku aku semprot-semprotkan ke kembang Gondel,
Aglonema yang sudah besar dan ke tanaman Sirih Cina. Papaku langsung merebut
botol isi irisan bawang merah tersebut dan menguyurkannya ke Bonsai Rasberry
punyaku. Anjrott itukan cairan
coba-coba. Kalau tanaman kesayangaku itu meninggoy
bagaimana? Dan papa dengan santai bilang “Coba-coba
kan? Ya berarti harus ada yang dikorbanin sebagai uji praktek, dan itu harus
punyamu sendiri”. Iya sih harusnya begitu.
Nah
begitulah hari-hariku dirumah ditemani orangtua absurd dan circle orang-orang gabut,
yaitu anak tongkrongan yang always
nongkrong. Sampai jumpa di cerita atau pengalaman manusia absurd dan gabut disekitarku ya. Bye bye... sampai jumpa lagi ya... tata titi
tutu... (gaya Upin-Ipin saat mengesalkan kak Rose)
Komentar
Posting Komentar