RESENSI BUKU NODA HITAM HUKUM INDONESIA

 RESENSI BUKU “NODA HITAM HUKUM INDONESIA”

 

Judul Buku            : Noda Hitam Hukum Indonesia

Penulis                  : Muhammad Awan

Penerbit               : Navila Idea

Tahun Terbit       : 2010

Kota Terbit          : Yogyakarta

Bahasa Buku       : Bahasa Indonesia

Jumlah Halaman : 138

ISBN                 : 978-979-3065-35-9

 

Buku yang ditulis oleh Muhammad Awan ini cocok dibaca mahasiswa jurusan hukum. Bagi kamu kamu yang ingin terjun ke profesi bidang hukum harus paham dulu nih, hukum di Indonesia itu seperti apa sih?. Untuk menjawab semua rasa penasaran dan agar kamu tidak terjerumus kedalam hukum hitam Indonesia, kamu harus membaca buku ini. Dalam buku ini dibahas secara tuntas taktik taktik terselubung yang digunakan pemerintah untuk mengelabuhi hukum serta masyarakat secara terstruktur dan sistematis lebih difokuskan pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla.

Dalam buku ini terlihat bahwa hukum di Indonesia tidak terlalu kuat dan dapat dimanipulasi. Sepanjang tahun 2004- 2010 semua permainan-permainan hukum di Indonesia dibahas secara tuntas. Semua fakta-fakta tersembunyi yang dimainkan pemerintahan SBY – JK terasa masuk akal bagi saya.

Sebelum membaca buku ini saya tidak mengetahui bahwa hukum di Indonesia selonggar itu. Realitanya dibahas didalam buku dengan cover warna merah ini, bahwasanya semua itu bisa dimanipulasi sesakral Undang Undang saja dapat di manipulasi untuk kepentingan pihak tertentu. Selain UU, Perppu (Peraturan Presiden Pengganti Undang Undang), Perpres (Peraturan Presiden), Keppres (Keputusan Presiden), Inpres (Instruksi Presiden), PP (Peraturan Pemerintah), dan peraturan lain dibawah  enam produk ini.

Disini saya akan mengambil salah satu topik yang ada di di buku ini, yaitu kasus semburan panas Lumpur Lapindo beserta sebab dan dampaknya. Ketika semua masyarakat mengamini bahwa semburan lumpur Lapindo ini disebabkan bencana alam yang terjadi diarea pengeboran, dibuku ini dipaparkan semua fakta-fakta tersembunyinya. Pada 29 Maret 2009, terjadi semburan lumpur panas di pengeboran migas Sidoarjo. Semburan lumpur panas ini mengakibatkan kerugian yang besar pada warga sekitar. Warga Sidoarjo  mengalami kerugian secara materiil dan non materiil.

Tanpa diketahu masyarakat banyak, semburan lumpur panas ini terjadi dikarenakan kesalahproseduran dari pihak PT. Lapindo Brantas.  Namun perusahaan milik keluarga Bakrie ini berlindung dibalik pemerintah setelah pihak BPMIGAS menunjuk perusahaan ini sebagai pihak yang bertanggung jawab, baik kepada masyarakat  korban terdampak maupun pada lingkungan.  Pemerintah memberi bantuan bukan tanpa alasan, ini dikarenakan penyumbang dana dan  tim sukses pemilu 2004 yang dimenangkan SBY berasal dari keluarga Bakrie, sosok tersebut adalah Abu Rizal Bakrie. Dengan dikeluarkanya Keppres Nomor 13 Tahun 2006 membuat Bakrie bisa sedikit bernafas lega. Pasalnya dalam Keppres tersebut di jelaskan bahwa Semburan Lumpur Lapindo merupakan bencana alam tanpa adanya campur tangan dari pihak PT. Lapindo.

Disaaat Bakrie berada diatas awan dengan adanya penggiringan opini masyarakat terkais Kappres No.13 ini, warga terdampak sedang berusaha memulihkan kehidupan mereka dengan mencari keadilan bagi mereka yang menjadi korban.  Sayangnya, bantuan dana yang mereka terima tidak sama dengan apa yang terpaparkan di media. Dari pihak Bakrie terlihat bersimpati dengan menyumbangkan dana, bukan sebagai rasa tanggung jawab melainkan sebagai sukarelawan yang diberikan perusahaan besar kepada rakyat yang sedang berkesusahan. Disini media masa juga berhasil dimanipulasi, atau bahkan ikut memanipulasi. Sebagai perantara antara pihak pemerintah dan masyarakat awam tentu jurnalis diharuskan bersikap netral.  Dibuku ini saya merasa bahwa pihak media ikut kedalam arus penggiringan opini.

Kemudian pemerintah berusaha untuk menutup-nutupi dalang dibalik kasus ini dengan mengubah nama menjadi Lumpur Sidoarjo. Ini dilakukan agar masyarakat lebih memberi perhatian mengenai tempat terjadinya kasus tersebut, bukan pada siapa yang menyebabkan kejadian tersebut. Manipulasi ini dilakukan secara totalitas dan sistematis, dapat dilihat dari isi Perpres Nomor 14 Tahun 2007 tentang adanya BPLS (Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo). Dari penyebutannya saja sudah ada penggiringan opini dari pemerintah untuk menghilangkan jejak Lapindo dalam pertanggungjawaban.

Penderitaan masyarakat terdampak yang diperparah dengan tidak adanya tanggung jawab membuat YLBHI ikut membantu menuntaskan kasus ini. YLBHI menggugat PT. Lapindo Brantas dalam hal ini sebagai pihak yang patut disalahkan. Namun sayang sekali, SBY, Bakrie Group dan Mahkama Agung telah membuat konspirasi. Dengan cara membuarkan kasus ini tetap berlanjut sampai ke Mahkamah Agung yang kemudian dipatahkan  hati para pengugat, mereka di tumbangkan semangat dan mentalnya. Memutuskan bahwa kejadian tersebut  hanyalah bencana alam semata, bukan atas kesalahan PT. Lapindo Brantas.

Itu hanyalah  salah satu contoh kasus yang saya bahas, untuk kasus-kasus yang lainnya kamu bisa membacanya langsung. Setiap lembar yang kamu balik, kamu akan menemukan suatu hal baru yang bisa memacu rasa penasranmu untuk membacanya terus menerus. Kasus manipulasi hukum yang dibahas di buku ini ada kasus sogokan pemerintah melalui PP dan Inpres, pembentukan Watimpres (Dewan Pertimbangan Presiden), yang menurut penulis hanya sebagai alat pencegah perselisihan agar kekuasaan SBY tidak terganggu dan masih banyak kasus permainan hukum lainnya.

Membaca buku ini memberi manfaat dengan terbukanya mata kita sebagai pembaca dan warga negara yang taat hukum tentang noda-noda hukum di Indonesia. Kita dituntut untuk berpikir diluar batas pemikiran masyarakat umumnya. Buku ini membuat kita sadar bahwa sebuah kebijakan pemerintah itu bukan hanya atas dasar kesejahteraan masyarakat saja, namun juga kepentingan pribadi dan kelompok ikut berkontribusi.

RESENSI BUKU “NODA HITAM HUKUM INDONESIA”

 

Judul Buku            : Noda Hitam Hukum Indonesia

Penulis                  : Muhammad Awan

Penerbit               : Navila Idea

Tahun Terbit       : 2010

Kota Terbit          : Yogyakarta

Bahasa Buku       : Bahasa Indonesia

Jumlah Halaman : 138

ISBN                 : 978-979-3065-35-9

 

Buku yang ditulis oleh Muhammad Awan ini cocok dibaca mahasiswa jurusan hukum. Bagi kamu kamu yang ingin terjun ke profesi bidang hukum harus paham dulu nih, hukum di Indonesia itu seperti apa sih?. Untuk menjawab semua rasa penasaran dan agar kamu tidak terjerumus kedalam hukum hitam Indonesia, kamu harus membaca buku ini. Dalam buku ini dibahas secara tuntas taktik taktik terselubung yang digunakan pemerintah untuk mengelabuhi hukum serta masyarakat secara terstruktur dan sistematis lebih difokuskan pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla.

Dalam buku ini terlihat bahwa hukum di Indonesia tidak terlalu kuat dan dapat dimanipulasi. Sepanjang tahun 2004- 2010 semua permainan-permainan hukum di Indonesia dibahas secara tuntas. Semua fakta-fakta tersembunyi yang dimainkan pemerintahan SBY – JK terasa masuk akal bagi saya.

Sebelum membaca buku ini saya tidak mengetahui bahwa hukum di Indonesia selonggar itu. Realitanya dibahas didalam buku dengan cover warna merah ini, bahwasanya semua itu bisa dimanipulasi sesakral Undang Undang saja dapat di manipulasi untuk kepentingan pihak tertentu. Selain UU, Perppu (Peraturan Presiden Pengganti Undang Undang), Perpres (Peraturan Presiden), Keppres (Keputusan Presiden), Inpres (Instruksi Presiden), PP (Peraturan Pemerintah), dan peraturan lain dibawah  enam produk ini.

Disini saya akan mengambil salah satu topik yang ada di di buku ini, yaitu kasus semburan panas Lumpur Lapindo beserta sebab dan dampaknya. Ketika semua masyarakat mengamini bahwa semburan lumpur Lapindo ini disebabkan bencana alam yang terjadi diarea pengeboran, dibuku ini dipaparkan semua fakta-fakta tersembunyinya. Pada 29 Maret 2009, terjadi semburan lumpur panas di pengeboran migas Sidoarjo. Semburan lumpur panas ini mengakibatkan kerugian yang besar pada warga sekitar. Warga Sidoarjo  mengalami kerugian secara materiil dan non materiil.

Tanpa diketahu masyarakat banyak, semburan lumpur panas ini terjadi dikarenakan kesalahproseduran dari pihak PT. Lapindo Brantas.  Namun perusahaan milik keluarga Bakrie ini berlindung dibalik pemerintah setelah pihak BPMIGAS menunjuk perusahaan ini sebagai pihak yang bertanggung jawab, baik kepada masyarakat  korban terdampak maupun pada lingkungan.  Pemerintah memberi bantuan bukan tanpa alasan, ini dikarenakan penyumbang dana dan  tim sukses pemilu 2004 yang dimenangkan SBY berasal dari keluarga Bakrie, sosok tersebut adalah Abu Rizal Bakrie. Dengan dikeluarkanya Keppres Nomor 13 Tahun 2006 membuat Bakrie bisa sedikit bernafas lega. Pasalnya dalam Keppres tersebut di jelaskan bahwa Semburan Lumpur Lapindo merupakan bencana alam tanpa adanya campur tangan dari pihak PT. Lapindo.

Disaaat Bakrie berada diatas awan dengan adanya penggiringan opini masyarakat terkais Kappres No.13 ini, warga terdampak sedang berusaha memulihkan kehidupan mereka dengan mencari keadilan bagi mereka yang menjadi korban.  Sayangnya, bantuan dana yang mereka terima tidak sama dengan apa yang terpaparkan di media. Dari pihak Bakrie terlihat bersimpati dengan menyumbangkan dana, bukan sebagai rasa tanggung jawab melainkan sebagai sukarelawan yang diberikan perusahaan besar kepada rakyat yang sedang berkesusahan. Disini media masa juga berhasil dimanipulasi, atau bahkan ikut memanipulasi. Sebagai perantara antara pihak pemerintah dan masyarakat awam tentu jurnalis diharuskan bersikap netral.  Dibuku ini saya merasa bahwa pihak media ikut kedalam arus penggiringan opini.

Kemudian pemerintah berusaha untuk menutup-nutupi dalang dibalik kasus ini dengan mengubah nama menjadi Lumpur Sidoarjo. Ini dilakukan agar masyarakat lebih memberi perhatian mengenai tempat terjadinya kasus tersebut, bukan pada siapa yang menyebabkan kejadian tersebut. Manipulasi ini dilakukan secara totalitas dan sistematis, dapat dilihat dari isi Perpres Nomor 14 Tahun 2007 tentang adanya BPLS (Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo). Dari penyebutannya saja sudah ada penggiringan opini dari pemerintah untuk menghilangkan jejak Lapindo dalam pertanggungjawaban.

Penderitaan masyarakat terdampak yang diperparah dengan tidak adanya tanggung jawab membuat YLBHI ikut membantu menuntaskan kasus ini. YLBHI menggugat PT. Lapindo Brantas dalam hal ini sebagai pihak yang patut disalahkan. Namun sayang sekali, SBY, Bakrie Group dan Mahkama Agung telah membuat konspirasi. Dengan cara membuarkan kasus ini tetap berlanjut sampai ke Mahkamah Agung yang kemudian dipatahkan  hati para pengugat, mereka di tumbangkan semangat dan mentalnya. Memutuskan bahwa kejadian tersebut  hanyalah bencana alam semata, bukan atas kesalahan PT. Lapindo Brantas.

Itu hanyalah  salah satu contoh kasus yang saya bahas, untuk kasus-kasus yang lainnya kamu bisa membacanya langsung. Setiap lembar yang kamu balik, kamu akan menemukan suatu hal baru yang bisa memacu rasa penasranmu untuk membacanya terus menerus. Kasus manipulasi hukum yang dibahas di buku ini ada kasus sogokan pemerintah melalui PP dan Inpres, pembentukan Watimpres (Dewan Pertimbangan Presiden), yang menurut penulis hanya sebagai alat pencegah perselisihan agar kekuasaan SBY tidak terganggu dan masih banyak kasus permainan hukum lainnya.

Membaca buku ini memberi manfaat dengan terbukanya mata kita sebagai pembaca dan warga negara yang taat hukum tentang noda-noda hukum di Indonesia. Kita dituntut untuk berpikir diluar batas pemikiran masyarakat umumnya. Buku ini membuat kita sadar bahwa sebuah kebijakan pemerintah itu bukan hanya atas dasar kesejahteraan masyarakat saja, namun juga kepentingan pribadi dan kelompok ikut berkontribusi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gabut 68

Kucing dan Ikan Asin

Aku