Kucing dan Ikan Asin

 

Baru-baru ini beredar kasus pelecehan seksual yang berada di dalam lingkup univesitas. Korban seorang mahasiswi yang sedang melakukan bimbingan skripsi dengan dekanat mengaku hanya ada ia dan dekanat yang menjadi pelaku pelecehan seksual tersebut dalam ruangan tersebut. Mulanya pelaku hanya menanyakan seputar kehidupan dan pekerjaan. Namun pelaku sering mengatakan kata-kata yang membuat korban risih, seperti kata ‘I love you’.  Korban merasa terkejut dan tidak terima.

 

Kemudian pelaku mencium pipi kanan-kiri korban dan memegang bahu korban seraya mendekatkan tubuhnya saat korban hendak bersalaman. Palaku juga mencoba mencium bibir korban. Korban merasa terguncang sehingga mengadukan hal tersebut pada salah satu dosennya. Korban juga meminta dosen tersebut untuk menemaninya melapor ke ketua jurusan. Korban yang seharusnya mendapatkan perlindungan malah diintimidasi.

 

Korban mendapat ancaman untuk tidak menceritakan pelecehan tersebut pada siapapun. Koban juga hanya disuruh untuk bersabar dan tabah. Pelecehan tersebut juga diminta untuk tidak dipermasalahkan lagi. Dosen tersebuh bahkan hendak mempertemukan korban dan pelaku karena menganggap perbuatan pelaku hanyalah kekhilafan.  Padahal mental korban sedang terguncang dan membayangkan wajah pelaku saja korban sudah trauma.

 

Pelaku juga beberapa kali menghubungi korban berkali-kali dengan nomor baru serta pesan spam. Tak merasa bersalah, pelaku juga menghubungi keluarga korban melalui perantara dan beralasan bahwa dirinya mencium korban karena menganggapnya sebagai anak. Melihat pelaku yang tidak juga merasa bersalah dan juga tidak mendapatkan keadilan dari pihak kampus, korban serta keluarga memutuskan untuk membawa kasus ini ke publik, berharap korban bisa mendapatkan keadilan serta perlindungan.

 

Kasus pelecehan seksual sebenarnya ada banyak terjadi disekitar kita. Namun, apakah korban bisa speak up dan mendapatkan keadilan? jarang sekali bahkan tidak pernah. Hal tersebut terjadi dikarenakan masih ada masyarakat yang menormalisasi sebuah pelecehan. Sebatas Catcalling masih tidak bisa dikategorikan sebagai pelecehan, minimal coblos kelamin lah, baru bisa dikatakan pelecehan, kata mereka. Siapa mereka ini? siapapun manusia di luar sana yang merasa.

 

Dalam pelecehan seksual terdapat beberapa unsur yang dapat dikategorikan sebagai pelecehan. Pertama, segala suatu perbuatan yang berhubungan dengan seksual. Pada umumnya pelakunya laki-laki dan korbannya perempuan, wujudnya bisa berupa perbuatan berupa fisik dan nonfisik. Tentu saja tidak ada kesukarelaan atau dengan kata lain dalam paksaan.

 

Bahkan sering sekali korban yang malah diintimidasi seperti kasus diatas.  Dianggap remeh, dinormalkan, tidak dipercaya bahkan disalahkan. Pilihan korban untuk bungkam daripada melapor sepertinya dianggap tepat. Terkadang korban dianggap remeh seolah si korban adalah manusia kotor, apalagi jika korban tersebut mengandung akibat dari pelecehan tersebut. Sudah mendapatkan trauma, beban pikiran, kemudian menjadi cibiran masyarakat sekitar. Lagi-lagi siapa yang menjadi korban? Ibarat sudah jatuh, tertimpa tangga pula.

 

Kemudian,apa alasan pelaku?  Seringnya bilang begini,”Pakaiannya mancing sih”. Hei boy’s dengan pakaian saja kamu mudah terpancing, lemah sekali imanmu. Kenapa nafsumu mudah terpancing sekali. Lalu muncul pembelaan, ”Lagian kucing mana yang nolak ikan asin?”. Lucu sekali sebenarnya jika ada yang menggunakan pembelaan seperti ini. Apakah kamu menyamakan dirimu dengan binatang yang tidak memiliki akal?. Kucing itu hidupnya hanya makan, bertai dan kawin. Lagipula, manusia seberharga perempuan tidak bisa disamakan dengan ikan asin.

 

Beberapa faktor yang menjadi alasan orang melakukan pelecehan diantaranya adalah, faktor situasi yang mendukung tindakannya, lingkungan sekitar tempatnya dibesarkan yang mempengaruhi, memiliki kekuasaan yang tinggi, rumah tangga kurang harmonis, penyimpangan seks, kurangnya moral, tidak tegasan hukum, serta faktor kemiskinan.

 

Apapun itu, tidak sepatutnya perempuan dijadikan objek seksual hingga dilecehkan. Korban juga berhak mendapatkan keadilan. Jangan hanya ketika kasus tersebut diangkat ke publik baru diusut. Hal ini pula yang menjadi salah satu pemicu pelecehan seksual semakin tinggi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gabut 68

Aku